Raja Harun memiliki tiga orang permaisuri yang cantiknya naudzubilah, yang pertama bernama Ghadir, kedua Qut Qulub, dan ketiga buhjah zaman. Disamping itu Sang Raja juga memiliki seorang Budak wanita yang jeleknya naudzubillah, namanya Marjanah (nama aslinya kholishoh, marjanah yang berarti mutiara merupakan alam laqob atau julukan yang diberikan oleh Raja Harun Al-Rasyid).
Pada suatu hari kholishoh pergi ke sebuah tanah yang lapang. Disana, dia melihat bangkai kuda yang dikerumuni binatang buas, ajaibnya binatang-binatang ini seakan tidak bisa memakan bangkai kuda tersebut. Kholishoh kemudian memberanikan diri untuk mendekat, mencari tahu gerangan yang terjadi. tanpa sengaja Kholishoh melihat sebuah benda menggantung di kepala bangkai kuda. Karena penasaran, iapun mendekat dan mengambil benda itu yang ternyata adalah sebuah jimat. lalu ketika kholishoh agak sedikit menjauh, gerombolan binatang-binatang buas yang sedari tadi hanya bisa berkerumun langsung melahap bangkai kuda tersebut. Dalam hati kholishoh membatin, “barangkali benda inilah yang menyebabkan binatang-binatang buas tidak berani memakan kuda yang sudah mati itu”
Akhirnya kholishoh pun pulang, ketika melintas di halaman istana, dari kejauhan sang raja melihat kholishoh,
“hai, kamu sini…!” panggil sang Raja, kholishoh terpaksa berhenti, kemudian sembari munduk-munduk berjalan ke hadapan baginda yang sore itu sedang duduk-duduk di serambi istana. Kamu siapa? Tanya Baginda, dengan hormat kholishoh pun menjawab, “Saya Kholishoh Baginda, budaknya Baginda”. Dalam hati Sang raja penasaran dan bergumam, (masa iyaa sih ini si kholishoh, perasaan si kholishoh ini orangnya wwireng, tur wwwwelek, kok jadi tambah kinclong ayu and semok yah).
Detik berganti menit, menit berganti jam, Raja Harun dimabuk cinta tak bisa tidur semalaman. khamer asmara agaknya telah menggangu pikirannya, sore tadi seorang budak wanita telah merebut segenap hatinya. Tanpa disadari malam itu energi jimat sedang menjalar keseluruh bagian tubuh sang raja.
Keseokan harinya, sang raja akhirnya memanggil kholishoh, kemudian berterus terang bahwa dia sangat mencintainya. Akhirnya terjalinlah sebuah hubungan antara Raja dan Budak.
Dulu orang hanya bisa beranggapan
Cintanya laksana pungguk merindukan bulan
Jika sang isim sudah tergenggam
Kata-kata bijak hanyalah bualan
singkat cerita, kholishoh kini menjadi wanita yang sangat dicintai, segala permintaannya pasti akan dikabulkan oleh sang raja, meskipun statusnya adalah hamba sahaya, kehidupannya seperti ratu yang bebas merdeka, bergelimang harta emas, mutiara, permata dan sebangsanya. keinginan dan tindakannya selalu di amini oleh sang raja, kemanapun kholishoh pergi disitu sang raja selalu setia mengiringi, dimata sang Raja Kholishoh bagaikan marjan (ratna manikam) yang harus selalu dipegang. sang raja agaknya sangat takut jika sang ratna diambil orang. sampai-sampai ketiga permaisuri yang cantiknya naudzubillah pun sering tak diindahkan. semua orang, baik panglima dan pujangga istana pun tak ada yang dihiraukan. tak terkecuali Abu Nawas...
suatu hari Abu Nawas masuk ke istana, menghadap sang raja untuk mendendangkan bait-bait madah (syair pujian) untuk sang raja. tak seperti biasanya, sang raja kali ini tidak menghiraukan pujian abu nawas, perhatiannya hanya tercurah pada kholishoh yang selalu disampingnya. puluhan bait syair madah yang keluar dari mulut abu nawas hanya manjing kuping tengen metu kuping kiwa. merasa tidak dihiraukan, Abu nawas pun menghormat untuk pamit pulang sambil mendendam rasa kecewa.
ketika melewati pintu gerbang istana abu nawas berhenti kemudian menulis sebuah bait syair di pintu gerbang tersebut :
لقدْ ضاعَ شعري على بابكمْ *** كما ضاعَ حلي على خالصة
Sungguh! syairku hilang di gerbang istanamu
sebagaimana hilangnya permata karena kholishoh
ke esokan harinya, istanapun dibuat gempar .....
Karena ada yang melapor, apa yang sudah dilakukan abu nawas akhirnya sampai ke telinga kholishoh. merasa tersindir, dengan syair hija (puisi pelecehan), kholishohpun mengadu kepada Raja. Ia meminta agar sang raja memancung Abu Nawas karena telah melecehkan dirinya.
Mendengar aduan dari kekasih hatinya, Sang raja pun marah dan akan menghukum pancung pada Abu Nawas. Lalu dipanggillah si Abu Nawas untuk di interogasi dan dikonfirmasi sebelum eksekusi hukuman dilakukan.
Abu Nawas memenuhi panggilan dan juga mendengar bahwa akibat coretan syair hija dipintu gerbang Istana itu, ia akan menerima hukuman pancung. Antara takut dan rasa tegar si Abu Nawas memenuhi panggilan Raja. Ketika akan melewati pintu gerbang, Abu Nawas berjalan sambil mendekat ke daun pintu yang terdapat coretan syair hijanya, pelan dan pasti ia pun berjalan pelan sembari tangannya menghapus perut huruf Ain yang ada di dua lafadz ضاعَ .
Syair yang semula berbunyi
لقدْ ضاعَ شعري على بابكمْ *** كما ضاعَ حلي على خالصة
Kini berubah menjadi
لقدْ ضاءَ شعري على بابكمْ *** كما ضاءَ حلي على خالصة
Akhirnya, sampailah si Abu Nawas di depan singgasana Raja. Disana ia melihat alat-alat untuk persiapan eksekusi hukuman pancung pada dirinya. Interogasi dilaksanakan.
"Hai Abu Nawas, kenapa kamu melecehkan kholishoh?"
"Saya tidak melecehkan kholishoh, sungguh paduka....!"
(Sang Raja sangat geram dengan kemarahannya)
"Haah.., jangan mangkir!, Dipintu gerbang, kamu kan yang menulis
لقدْ ضاعَ شعري على بابكمْ *** كما ضاعَ حلي على خالصة ,
(dengan tenang dan hati tegar abu nawas menjawab)
"sungguh saya tidak menulis itu yang mulia, yang saya tulis adalah
لقدْ ضاءَ شعري على بابكمْ *** كما ضاءَ حلي على خالصة
(Sungguh! syairku bercahaya di gerbang istanamu,
sebagaimana bercahayanya permata karena kholishoh).
Sang Raja yang tadinya Mukanya merah padam…, akhirnya menjadi putih cerah bersinar dan sambil tersenyum sang Raja berkata pada petugas eksekusi ” batalkan pemancungan untuk Abu Nawas”
Sementara Semua orang yang hadir disitu hanya bisa menganga menyaksikan kecerdikan si Abu Nawas yang mashur namanya.
Hari berganti hari, lamanya waktu tak terasa telah berlalu. Sehingga pada suatu hari Kholishoh jatuh sakit, segenap tabib istana sudah dipanggil untuk mengobatinya. Tapi apalah artinya obat jika kematian sudah menjadi suratan dari yang maha kuasa. akhirnya Kholishoh pun meninggal dunia...
dipanggillah sorang perempuan ghasilah untuk mengurus dan memandikan jenazah Kholishoh, Kepada ghasilah ini sang raja berpesan untuk tidak buru-buru mengkafani kholisoh sampai Ia bisa memandang wajah kholisoh untuk yang terakhir kalinya.
(kata ghasilah sendiri diambil dari akar kata ghasala yang berarti mandi, kemudian mengalami reduksi makna menjadi perempuan yang berpropesi mengurus mayit).
Jenazahpun akhirnya dimandikan. Ketika si ghosilah melepas ikatan rambut kholishoh, ia menemukan sebuah benda yang ternyata adalah jimat itu, lalu diambilnya dan diselipkan dirambutnya sendiri. Setelah pekerjaannya selesai, kemudian rajapun diperkenankan melihat jenazah untuk yang terakhir kalinya, ketika sang raja memandang wajah jenazah, sontak raut mukanya berubah, sambil buru-buru memalingkan muka, pandangan sang raja akhirnya tertubruk pada sosok perempuan ghosilah. Seketika tanpa rasa sungkan sang raja bertanya,
“apakah kamu wanita yang masih sendiri apa sudah bersuami?”
“suami hamba telah meninggal baginda”
“"Sungguh Aku suka melihatmu dan Aku ingin kamu menjadi isteriku"
“aduh Baginda jangan becanda”
“tidak, aku serius”
Singkat cerita setelah jenazah kholishoh dimakamkan, sang raja pun menikahi perempuan ghosilah tadi. Seperti yang terjadi pada kholishoh dulu, ghosilah pun begitu sangat disayang dan dimanja oleh sang raja. Ia kini menjadi permaisuri raja yang akhirnya dikarunia dua orang anak.
Sehingga suatu hari, Ratu ghosilah sakit, ia meminta dipertemukan dengan seorang syekh yang bernama Nuruddin Al-Ashfahani, lalu dipanggilah syekh untuk menghadap. Ketika sang syekh berada di kamarnya, Ratu ghosilah memberikan jimat ini kepada sang syekh, sambil berkata,
“sesungguhnya benda ini kepunyaan kholishoh, aku mengambilnya ketika memandikan jenazahnya dulu”
lalu ia pun bercerita panjang lebar dari awal sampai akhir. Sang ratu meminta kepada syekh nuruddin menyalinnya menjadi dua yang nantinya diberikan kepada kedua anaknya. pada syekh Sang ratu berpesan
“salinlah benda ini syekh, berikanlah kepada para muslimin yang memang membutuhkannya, jangan dihalangi, meskipun begitu janganlah anda memberikan benda ini ke sembarang orang, cegahlah dari tangan-tangan wanita lacur, orang-orang yang tidak takut kepada Allah. Karena di dalamnya tersurat Ismul A’dzam”.
Cerita ini akhirnya tersebar kepenjuru negeri, konon waktu itu untuk mendapatkan salinan benda tersebut seseorang harus menebusnya sampai seribu dinar.
Isi yang terdapat pada Azimah tsb adalah 4 Ayat Mahabbah ( Pelet ) dari 4 surat dalam Al-Qur'an, 19 asma' mahabbah ( pelet ), 4 Nama malaikat muqorrbin, 4 Nama Malaikat pemimmpin Malaikat Khodam ruhani.